Mendiknas Bambang Sudibyo, Penuntasan Wajib Belajar Akan Diselaraskan Kenaikan Anggaran
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menegaskan, program wajib belajar sembilan tahun yang telah berjalan selama ini akan menjadi bagian dari prioritas kebijakannya dalam lima tahun ke depan. Layanan pendidikan dasar tak bisa diabaikan karena merupakan kebutuhan mendasar warga negara, sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi.
Berkaitan dengan target ketersediaan anggaran untuk penuntasan program wajib belajar tahun 2008, ia berjanji akan menyeleraskannya dengan kenaikan anggaran pendidikan secaara bertahap, sampai terpenuhinya porsi 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal itu dikemukakan Bambang Sudibyo kepada pers, Kamis (21/10) petang, seusai serah terima jabatan Mendiknas dari pejabat lama Abdul Malik Fadjar kepada dirinya di Gedung Depdiknas, Jakarta.
Sebelumnya, pada acara serah terima jabatan, Bambang Sudibyo berjanji akan memperjuangkan terus kenaikan anggaran pendidikan secara bertahap dengan melakukan pendekatan kepada Menteri Keuangan. Tentu saja, katanya, perjuangan itu disesuaikan dengan kondisi keuangan negara secara keseluruhan.
Ia menyebutkan, saat ini anggaran pendidikan dari APBN masih sekitar Rp 20 triliun atau sekitar 5,5 persen dari total APBN. Demi memperluas jangkauan dan mutu layanan pendidikan, Bambang akan mengupayakan agar tahun 2005 ada tambahan anggaran pendidikan dari APBN sekitar lima persen lagi, sehingga mencapai sekitar 10 persen dari total APBN. Namun, ia menekankan bahwa hal itu bergantung pada asumsi-asumsi perbaikan pertumbuhuhan ekonomi. Apalagi sektor-sektor lain pun membutuhkan kenaikan anggaran.
Lebih jauh tentang penyedian anggaran pendidikan yang bersumber dari APBN, ia mengatakan senantiasa melakukan sinkronisasi dengan kebijakan fiskal yang ditempuh Menteri Keuangan. "Sebagai mantan Menteri Keuangan, saya tidak mungkin bisa dikibuli," ucap Bambang disambut gemuruh tawa jajaran pejabat teras Depdiknas dan tamu undangan.
Di antara undangan tampak mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan dan Wardiman Djojonegoro serta mantan Mendiknas Yahya Muhaimin. Hadir pula Rektor Universitas Negeri Jakarta Prof Dr Sutjipto dan Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman.
Strategi kebijakan
Tentang strategi apa yang hendak diterapkannya selaku Mendiknas, Bambang belum bisa menguraikannya secara konkret sebelum melakukan komunikasi dengan jajaran Depdiknas. Apalagi ketika ditanya tentang gebrakan yang ditempuhnya selama 100 hari pertama sebagai Mendiknas.
"Saya diminta menjabat Mendiknas untuk masa waktu lima tahun. Terlalu dini untuk memproyeksikan kebijakan dalam 100 hari," katanya. Yang pasti, lanjut Bambang, sesuai kontraknya bersama dengan presiden, ia akan menjalankan prinsip pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan bebas KKN.
Akan tetapi, pada sejumlah hal tertentu yang bersifat strategis, Bambang tetap berusaha memberikan jawaban secara garis besar. Misalnya, ia menjelaskan tentang orientasi layanan pendidikan dasar-menengah dan pendidikan tinggi kepada masyarakat Indonesia yang sangat beragam dalam strata sosial-ekonomi. Menurut Bambang, layanan pendidikan dasar dan menengah harus mengutamakan keterjangkauan kepada semua lapisan masyarakat. Mereka yang tidak mampu dari segi keuangan akan dibantu oleh negara melalui mekanisme subsidi silang. Sementara yang mampu dari segi keuangan diharapkan tidak bergantung lagi pada negara.
"Jangan sampai yang mampu dihalang-halangi untuk terus maju mengejar mutu," katanya.
Ia menekankan, anggaran negara untuk pendidikan dasar dan menengah harus lebih tinggi dari anggaran untuk pendidikan tinggi. Pasalnya, yang mengenyam pendidikan tinggi rata-rata sudah siap menghadapi konsekuensi biaya.
"Tentu saja terhadap mahasiswa yang tidak mampu, akan tetap diusahakan subsidi Silang," katanya.
Bambang mengingatkan, perkembangan paradigma pendidikan harus diwaspadai agar tidak terjebak pada teori ekonomi neoklasik. Teori yang dimaksud menempatkan manusia sebagai alat-alat produksi, di mana penguasaan iptek nantinya lebih bertujuan menopang kekuasaan dan kepentingan kapitalis.
Ia mengatakan, pihaknya akan membawa paradigma pendidikan yang tidak sekadar menempatkan manusia sebagai alat produksi. Manusia harus dipandang sebagai sumber daya yang utuh.
"Saya akan membawa pendidikan sebagai proses pembentukan manusia Indonesai seutuhnya," papar Bambang.
Oleh karena itu, ia menekankan setidaknya ada tiga hal yang harus diperkuat, yakni penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, dan etika. Ketiga hal itu harus dilengkapi nilai-nilai keteladanan.
Titipan malik Fadjar
Abdul Malik Fadjar dalam sambutan perpisahannya mengatakan bahwa kebijakan yang ia tempuh selama ini telah mengacu pada sistem yang baku, termasuk sesuai Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa terjadi kritikan selama ini, itu tidak mungkin dimungkiri sebagai bagian dari dinamika.
"Mereka yang mengkritik justru tak jarang dari orang-orang yang juga ahli kependidikan," papar Malik.
Malik juga menitipkan, selama ini di Gedung Depdiknas telah dirintis perpustakaan yang bisa diakses oleh siapa saja. "Kita berharap, orang yang berkunjung ke sini bisa memanfaatkannya. Jangan sampai orang ke sini hanya karena urusan kenaikan pangkat," ujar Malik Fadjar. (NAR) Kompas Jumat, 22 Oktober 2004
--------------------------------------------------------------------------------
Mendiknas Janji Naikkan Dana Pendidikan
Mendiknas Bambang Sudibyo pesimis anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD bisa terwujud.
Namun, menteri di Kabinet Indonesia Bersatu ini berjanji akan berupaya menaikkan anggaran pendidikan 2005, agar lebih besar dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan catatannya anggaran pendidikan saat ini masih sekitar 5,5% dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Jumlah adalah nilai yang paling besar dibanding dengan pos untuk anggaran lain.
Tetapi, dibanding dengan luasan bidang yang dicakupnya nilai masih sangat kurang dan belum proporsional. Oleh karena itu, dia akan meminta kepada menteri keuangan, agar anggaran pendidikan nantinya lebih besar lagi sesuai dengan peningkatan fiskal dari waktu ke waktu.
Bambang Sudibyo usai acara serah terima jabatan dengan Mendiknas Kabinet Gotong Royong, A Malik Fadjar di Depdiknas, Jakarta, kemarin, berjanji menghitung ulang APBN untuk sektor pendidikan.
Sebetulnya, untuk 2005 anggaran pendidikan bisa ditambah Rp20 triliun, sehingga persentasenya mencapai total 10% dari total anggaran pendidikan.
"Saya ingin pastikan dulu target mereka berapa persen dan saya tidak akan terima jika hanya 5,5%. Secara politis, hal ini untuk menunjukkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)- Jusuf Kalla (JK) memang pro rakyat dengan memenuhi janji," katanya.
Ia mengatakan, seharusnya dari tahun ke tahun ada kenaikan anggaran untuk pendidikan sehingga sampai lima tahun ke depan kenaikan mencapai berapa persen apakah sudah sesuai dengan amanat undang-undang yakni sebesar 20% baik di tingkat pusat maupun daerah.
Bambang mengatakan, dalam dunia pendidikan saat ini ada dua masalah terkait dengan masalah pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan.
"Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakan pemerataan pendidikan karena pendidikan yang menjadi hak masyarakat baik yang lemah secara intelektual maupun secara finansial," katanya.
Pemerintah wajib menyelenggarakan pemerataan pendidikan sekalipun memang untuk mencapai tersebut dihadapkan pada kendala pembiayaan yang sangat berat.
"Saya ingin tegaskan bawah pemerintah memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan pendidikan kepada semua warga negara baik mereka bodoh secara intelektual maupun miskin secara finansial," katanya.
Bambang menilai saat ada persoalan antara pendidikan dan mutu yang belum berjalan secara sinkron, sebab prinsip pemerataan pendidikan tidak memandang adanya perbedaan kaya miskin atau pintar bodoh. Sementara di sisi lain adanya permasalahan mutu pendidikan yang harus ditingkatkan.
"Saya ingin ke depan secara bertahap antara pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu bisa dibangun bersama, sehingga masalah buta huruf dan putus sekolah bisa dikurangi sementara di sisi lain kita mampu menghasilkan SDM berkualitas yang mampu bersaing di dunia global," katanya.
Sebuah gambaran ironis bahwa kenyataan mayoritas peserta didik pada kelompok pendidikan dasar dan menengah yakni sekitar 85% memiliki alasan bersekolah, karena kewajiban sehingga sekolah menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi peserta didik, katanya.
"Saat ini kita perlu menjadikan pendidikan tidak sekadar hanya sebuah kewajiban tetapi peserta didik memiliki orientasi pada tahap peningkatan mutu. Hal tersebut bisa dicapai dengan mekanisme pemerintahan dan manajemen yang jujur, bersih dan bertanggung jawab," tambahnya
Sedangkan menyangkut visi pendidikan ke depan, Bambang menilai orientasi pendidikan saat ini telah salah kaprah. Pendidikan saat ini lebih mengarah pada pengetahuan sains hal ini sebagai hasil dari teori neoekonomi yang menjadikan SDM itu sebagai bagian dari proses produksi. sehingga merek a yang memiliki manusia sebagai faktor produksi yang mengatur semuanya. Teori ini memunculkan kapitalisme dan menjadi manusia hanya sebagai robot-robot produksi.
Sudibyo berjanji akan mengubah visi pendidikan semacam ini, ia ingin agar pendidikan nantinya akan menjadikan manusia Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat, beretika, berestetika, dan berkepribadian.
Pendidikan itu bukan berarti menjadikan manusia Indonesia yang pintar fisika, matematika, dan ilmu sejenis lainnya," kata dia. (Hru/B-5) Media Indonesia Jum'at, 22 Oktober 2004
Sumber : www.depdiknas.go.id