Wednesday, May 11, 2005

SMA di Jakarta Terapkan Sistem SKS Pada Tahun Ajaran 2005/2006

25 April 2005 07:02:56
Sebagian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai tahun ajaran 2005/2006 akan menerapkan sistem satuan kredit semester (SKS) seperti dilaksanakan di tingkat perguruan tinggi. "Sebagian besar SMA di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan DKI Jakarta, mulai tahun ajaran 2005/2006 akan menerapkan sistem SKS untuk meningkatkan mutu pendidikan dan mempercepat kelulusan siswa yang pintar," kata Mendiknas Bambang Sudibyo menjawab pers di Jakarta, Minggu (24/4). Ia mengatakan, penggunaan sistem satuan kredit semester (SKS) di tingkat SMA bertujuan untuk meningkatkan mutu lulusan dan mempercepat siswa pintar menyelesaikan masa belajar. Kendati demikian, sekolah yang akan menerapkan sistem SKM harus menyiapkan tenaga guru yang sesuai dengan jumlah bidang studi baik pokok maupun mata pelajaran pilihan sertaa perpustakaan dan laboratorium yang memadai, katanya. Menurut dia, keuntungan sistem SKS, antara lain siswa yang pandai akan cepat lulus atau hanya memerlukan waktu dua tahun bersekolah di SMA. "Selain itu, siswa dapat memilih mata pelajaran tambahan yang dimaksud sebagai pengayaan sebelum pemilihan jurusan di perguruan tingi," katanya. Keunggulan lain dari sistem SKS, menurut Mendiknas sistem belajar mengajar akan efektif karena setiap guru bidang studi hanya mengajar maksimal 30 siswa dan guru hanya bertindak fasiltator dan siswa mengembangkan pembelajaran secara mandiri di perpustakaan dan internet. "Hanya saja aspek kerugian penerapan SKS, siswa SMA yang tidak pandai akan lulus lebih lama atau lebih dari tiga tahun, sedang pada sistem belajar mengajar seperti yang berlaku sekarang ini baik siswa pandai maupun kurang pandai waktu kelulusannya akan bersama-sama," katanya. Ketika ditanya pelaksanaan ujian nasional (UN) bagi siswa kelas III SMP dan SLTA, Bambang mengatakan, ujian nasional akan tetap dilaksanakan pada Mei 2005 sambil menunggu terbitnya peraturan pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang tinggal ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "UN tetap dilaksanakan untuk mengukur kualitas pendidikan atau dan penyerapan mata pelajaran siswa di setiap daerah," katanya. Mengenai anggaran yang diperlukan untuk merehabilitasi gedung SD dan SMP yang rusak berat, Mendiknas mengatakan, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp18 triliun, sedangkan anggaran Depdiknas tahun 2005 hanya Rp21 triliun. "Idealnya anggaran Depdiknas per tahun Rp60 triliun atau 20 persen dari APBN sehingga dapat membebaskan biaya pendidikan wajib belajar 9 tahun siswa SD hingga SMP serta merehabilitasi sekitar 100 ribu gedung SD/SMP yang rusak," katanya. (Ant/Edj)
Sumber : Kompas