Saturday, December 25, 2004

Semua Lembaga Pendidikan Harus Berorientasi Nirlaba


Jakarta, Kompas - Rancangan undang-undang badan hukum pendidikan (BHP) yang kini disiapkan pemerintah akan mengarahkan semua lembaga pendidikan berorientasi nirlaba. Misi kepentingan sosial- publik senantiasa dikedepankan sehingga semua lapisan masyarakat berhak mendapatkan layanan pendidikan.
"Semua sekolah, tak terkecuali yang sudah telanjur berorientasi seperti perusahaan pun akan diarahkan menjadi lembaga non profit. Kalaupun ada sisa hasil usaha, semua itu harus dikembalikan sebagai biaya operasional dan peningkatan mutu pendidikan," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Depdiknas Fasli Jalal, dalam Dialog Komunitas Pendidikan IV, di Jakarta, Kamis (16/12).
Dialog tersebut diikuti para penggiat, pelaku, dan pengamat pendidikan dari seluruh wilayah Tanah Air, yang tergabung dalam jaringan The Centre for the Betterment of Education.
Pernyataan Dirjen PLSP tentang orientasi pendidikan nirlaba merupakan jawaban atas pertanyaan peserta yang menkhawatirkan lembaga pendidikan mengarah pada privatisasi.
Pada umumnya peserta dialog curiga bahwa badan hukum pendidikan bakal mengarahkan lembaga pendidikan dikelola seperti lembaga bisnis dan mengejar keuntungan. Jika kekhawatiran itu terbukti, maka dipastikan lembaga pendidikan tidak membuka diri terhadap semua lapisan masyarakat dan ujung-ujungnya mengingkari prinsip Education for All (pendidikan untuk semua).
Fasli menegaskan, kelak tidak ada alasan lapisan masyarakat tertentu tidak terjangkau layanan pendidikan hanya karena faktor ekonomi. Pada setiap sekolah harus tersedia kuota minimal 10 persen buat orang miskin. Sementara itu, secara nasional, pemerintah berupaya memperluas layanan pendidikan, baik melalui lembaga persekolahan maupun non persekolahan. "Anak-anak di rimba belantara pun harus terjangkau karena pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara," katanya.
Sejumlah masalah klasik dan aktual turut mengemuka seperti a kesejahteraan guru, kurikulum, dan ujian akhir nasional. Namun, dengan alasan di luar bidang tugasnya, Fasli tidak membahas rinci pertanyaan seperti itu.
Yang pasti, menurut Fasli, muatan isu multikultural, HAM, dan pembangunan berkelanjutan akan dipertajam dalam proses belajar-mengajar. Penajaman itu memerlukan inovasi terus-menerus agar materinya tetap menarik. (NAR) Kompas Jumat, 17 Desember 2004

Monday, December 13, 2004

Pemerintah Pertimbangkan Sistem Kredit di Sekolah

Pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan untuk menerapkan sistem kredit bagi sekolah umum. Dengan sistem kredit seperti yang sudah berjalan di perguruan tinggi tersebut, peserta didik yang dapat melaju lebih cepat bisa menyelesaikan pendidikan sesuai kemampuannya.

"Selain itu, dengan sistem kredit tersebut diharapkan peserta didik yang sebelumnya menempuh pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal dapat memiliki kesempatan masuk ke pendidikan formal. Dengan begitu diharapkan bisa dihasilkan lulusan sekolah menengah yang juga terampil," kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo di Bandung, Rabu (8/12), sore.

Rencana tersebut dikemukakan Bambang ketika berdialog dengan komponen dan mitra Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) di Jawa Barat. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian peninjauan serta penandatanganan prasasti pembangunan dan rehabilitasi lima Balai Pelatihan PLSP.

Bambang mengungkapkan, dengan sistem kredit seperti diterapkan di perguruan tinggi tersebut, formulasi pendidikan lebih terintegrasi. Di satu sisi sistem ini memberi peluang yang besar bagi peserta didik untuk dapat menyelesaikan pendidikan sesuai kemampuan masing-masing. Di sisi lain, dan ini-menurut Bambang-yang terpenting, bahwa sistem tersebut juga dapat mengakomodasi mereka yang berasal dari pendidikan nonformal tetapi ingin melanjutkan ke pendidikan persekolahan.

"Telah ada semacam percobaan di Nusa Tenggara Barat untuk sistem kredit di sekolah menengah atas. Sejauh ini hasilnya bagus," kata Bambang.

Model tersebut juga mempermudah transfer nilai dari pendidikan nonformal ke pendidikan formal. Bambang menjelaskan, nantinya terbuka kemungkinan ada presentasi kredit yang dapat diambil di pendidikan nonformal.

Dengan demikian, nantinya tidak hanya sekolah menengah kejuruan saja yang melahirkan tenaga terampil yang siap kerja, tetapi juga dari sekolah menengah nonkejuruan.

Keunggulan

Dijelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai keunggulan dan kelemahan. Kelemahannya adalah tidak terstruktur sehingga sulit menjadi gerakan massal seperti sekolah. Akan tetapi, pendidikan luar sekolah bersifat sangat fleksibel sehingga tidak perlu seragam. Pendidikan luar sekolah juga sangat responsif terhadap kebutuhan komunitas.

"Keluwesan tersebut memungkinkan setiap unsur dan lapisan di masyarakat untuk bergabung dan bekerja sama membangun pendidikan, sehingga tercipta community base education," kata Bambang.

Dalam dialog antara Bambang dengan berbagai unsur seperti pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), berbagai forum pemuda serta organisasi masyarakat itu terungkap, ada banyak potensi masyarakat dapat dikerahkan. Sebagai contoh, di Jawa Barat setidaknya terdapat 159.223 masjid yang dapat menjadi bagian dari pusat pembelajaran masyarakat, terutama dalam pemberantasan buta huruf. Dari sekitar 15 juta warga buta huruf di Indonesia, sekitar 1,2 juta berada di Jawa Barat.

"Sarana masyarakat tersebut dapat dilengkapi dengan perpustakaan dan segala kebutuhan untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan masyarakat, bukan yang menurut pemerintah perlu," katanya.

Namun, untuk menjaga mutu, setiap kompetensi perlu disertifikasi hingga di tingkat kabupaten/kota. Jika diterapkan sistem kredit, sertifikasi tersebut dapat juga ditransfer ke sekolah formal. (INE) Kompas Jumat, 10 Desember 2004

Saturday, December 11, 2004

Tujuh Gaya Belajar Efektif

Banyak gaya yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif. Berikut adalah tujuh gaya belajar yang mungkin bisa Anda ikuti
  1. Bermain dengan kata. Gaya ini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita dan membaca serta menulis. Gaya belajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal, dan hal-hal lainya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya.
  2. Bermain dengan pertanyaan. Bagi sebagian orang, belajar makin efektif dan bermanfaat bila itu dilakukan dengan cara bermian dengan pertanyaan. Misalnya, kita memancing keinginan tahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiaop kali muncuil jawaban, kejar dengan pertanyaan, hingga didapatkan hasil yang paling akhirnya atau kesimpulan.
  3. Bermain dengan gambar. Anda sementar orang yang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini, biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu. Jika Anda termasuk kelompok ini, tak salah bila Anda mencoba mengikutinya.
  4. Bermain dengan musik. Detak irama, nyanyian, dan mungkin memainkan salah satu instrumen musik, atau selalu mendengarkan musik. Ada banyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara menginat notasi atau melodi musik. Ini yang disebut sebagai ritme hidup. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat musik atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan itu. Misalnya mendegarkan musik jazz, lalu tergeliik bagaimana lagu itu dibuat, siapa yang membuat, dimana, dan pada saat seperti apa lagu itu muncul. Informasi yang mengiringi lagu itu, bisa saja tak sebatas cerita tentang musik, tapi juga manusia, teknologi, dan situasi sosial politik pada kurun waktu tertentu.
  5. Bermain dengan bergerak. Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah salah satu cara belajar yang menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olahragawan. Jadi jika Anda termasuk kelompok yang aktif, tak salah mencoba belajar sambil tetap melakukan beragam aktivitas menyenangkan seperti menari atau berolahraga.
  6. Bermain dengan bersosialisasi. Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul, kita bisa menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Dan biasanya, informasi yang didapat dengan cara ini, akan lebih lama terekam dalam ingatan.
  7. Bermain dengan Kesendirian. Ada sebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya, termasuk belajar dengan menyepi. Untuk mereka yang seperti ini, biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya. Jika Anda termasuk yang seperti ini, maka memiliki kamar pribadi akan sangat membantu Anda bisa belajar secara mandiri. (Sumber TEMPO Interaktif - 23 April 2001)
    Sumber online : http://www.artawan.mutiaracyber.com/tips2.html

Lima Prinsip Belajar

  1. Mengenali betul apa yang menarik untuk kita Jika kita mengetahui betul apa sesungguhnya yang menarik bagi kita, tentu akan lebih mudah mencari ragam informasi penting yang akan kita pelajari. Tak ada seorang pun yang mampu memberikan informasi tentang apa yang menarik untuk kita pelajari kecuali kita sendiri. Ada baiknya, sekali waktu, Anda berhenti dulu belajar, lalu tanyakan pada diri Anda sendiri, untuk apa Anda belajar? Jika Anda cukup punya alasannya, tak salah bila Anda mencoba mengujinya dengan mengikuti beberapa tes untuk melihat tingkat pemahaman kita dan cara untuk meningkatkannya. Hal terpenting yang perlu diingat adalah seberapa cepat pun kita bisa memahami suatu informasi, maka informasi itu dengan mudah bisa hilang dari ingatan jika ternyata informasi tersebut bukan seperti sesuatu yang menjadi inti ketertarikan kita.
  2. Kenalilah kepribadian diri sendiri. Jika kita tahu betul siap kita dan apa yang kita inginkan, maka mempelajari sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan kepribadian kita menjadi lebih mudah dilakukan. Sebab, apapun yang akan kita pelajari dan pahami, seringkali menjadi sia-sia jika ternyata tak sesuai dengan kepribadian kita.
  3. Rekam semua informasi dalam kata. Langkah yang paling mudah untuk memahami, mengingat dan mempelajari sesuatu adalah dengan kata. Jadi, langkah yang paling mudah dan bijaksana adalah bila kita terbiasa merekam semua informasi itu dengan cara menuliskannya kembali dalam bentuk apa saja. Gambar, coretan dan yang terbaik adalah catatan tertulis buatan tangan sendiri.
  4. Belajar bersama orang lain. Cara termudah untuk belajar sesungguhnya adalah bila kita melakukannya secara bersama-sama. Prinsip belajar ini hampir selalu efektif bagi setiap orang, apa pun karakter belajar yang dimilikinya. Selain itu, belajar juga menjadi terasa lebih menyenangkan dan ringan, bila dilakukan secara bersama-sama.
  5. Hargai diri sendiri. Belajar memahami dan menyerap informasi akan menjadi lebih terasa bermanfaat dan berarti bila kita menghargainya. Jadi, rencanakan apa yang Anda akan pelajari dan pahami. Setelah itu, cobalah membuat jeda di antara waktu belajar yang Anda laklukan. Setelah itu, lihat seberapa besar tingkat keberhasilan Anda dalam mempelajari suatu informasi atau fakta tertentu. Bila Anda merasa itu berhasil, maka Anda layak menghargai jerih-payah Anda belajar dengan cara apa saja. Misalnya, merayakannya dengan makan enak atau membeli sesuatu yang bisa mengingatkan Anda akan keberhasilan yang Anda pernah capai. (Sumber TEMPO Interaktif - 23 April 2001) Sumber online : http://www.artawan.mutiaracyber.com/tips.html

Pemerintah Pertimbangkan Sistem Kredit di Sekolah

Pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan untuk menerapkan sistem kredit bagi sekolah umum. Dengan sistem kredit seperti yang sudah berjalan di perguruan tinggi tersebut, peserta didik yang dapat melaju lebih cepat bisa menyelesaikan pendidikan sesuai kemampuannya.
"Selain itu, dengan sistem kredit tersebut diharapkan peserta didik yang sebelumnya menempuh pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal dapat memiliki kesempatan masuk ke pendidikan formal. Dengan begitu diharapkan bisa dihasilkan lulusan sekolah menengah yang juga terampil," kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo di Bandung, Rabu (8/12), sore.
Rencana tersebut dikemukakan Bambang ketika berdialog dengan komponen dan mitra Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) di Jawa Barat. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian peninjauan serta penandatanganan prasasti pembangunan dan rehabilitasi lima Balai Pelatihan PLSP.
Bambang mengungkapkan, dengan sistem kredit seperti diterapkan di perguruan tinggi tersebut, formulasi pendidikan lebih terintegrasi. Di satu sisi sistem ini memberi peluang yang besar bagi peserta didik untuk dapat menyelesaikan pendidikan sesuai kemampuan masing-masing. Di sisi lain, dan ini-menurut Bambang-yang terpenting, bahwa sistem tersebut juga dapat mengakomodasi mereka yang berasal dari pendidikan nonformal tetapi ingin melanjutkan ke pendidikan persekolahan.
"Telah ada semacam percobaan di Nusa Tenggara Barat untuk sistem kredit di sekolah menengah atas. Sejauh ini hasilnya bagus," kata Bambang.
Model tersebut juga mempermudah transfer nilai dari pendidikan nonformal ke pendidikan formal. Bambang menjelaskan, nantinya terbuka kemungkinan ada presentasi kredit yang dapat diambil di pendidikan nonformal.
Dengan demikian, nantinya tidak hanya sekolah menengah kejuruan saja yang melahirkan tenaga terampil yang siap kerja, tetapi juga dari sekolah menengah nonkejuruan.
Keunggulan
Dijelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai keunggulan dan kelemahan. Kelemahannya adalah tidak terstruktur sehingga sulit menjadi gerakan massal seperti sekolah. Akan tetapi, pendidikan luar sekolah bersifat sangat fleksibel sehingga tidak perlu seragam. Pendidikan luar sekolah juga sangat responsif terhadap kebutuhan komunitas.
"Keluwesan tersebut memungkinkan setiap unsur dan lapisan di masyarakat untuk bergabung dan bekerja sama membangun pendidikan, sehingga tercipta community base education," kata Bambang.
Dalam dialog antara Bambang dengan berbagai unsur seperti pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), berbagai forum pemuda serta organisasi masyarakat itu terungkap, ada banyak potensi masyarakat dapat dikerahkan. Sebagai contoh, di Jawa Barat setidaknya terdapat 159.223 masjid yang dapat menjadi bagian dari pusat pembelajaran masyarakat, terutama dalam pemberantasan buta huruf. Dari sekitar 15 juta warga buta huruf di Indonesia, sekitar 1,2 juta berada di Jawa Barat.
"Sarana masyarakat tersebut dapat dilengkapi dengan perpustakaan dan segala kebutuhan untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan masyarakat, bukan yang menurut pemerintah perlu," katanya.
Namun, untuk menjaga mutu, setiap kompetensi perlu disertifikasi hingga di tingkat kabupaten/kota. Jika diterapkan sistem kredit, sertifikasi tersebut dapat juga ditransfer ke sekolah formal. (INE)
Kompas Jumat, 10 Desember 2004

Wednesday, December 01, 2004

Teknologi Informasi untuk Pendidikan

Jakarta, Kompas - Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan perlu strategi komprehensif terlebih dahulu. Terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh agar tidak terjadi pemborosan dana hanya untuk pemenuhan kebutuhan perangkat keras saja.

Demikian jumpa pers, Senin (29/11), terkait dengan penyelenggaraan Konferensi Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) untuk Pendidikan bagi Pembangunan Ekonomi Berbasis Pengetahuan.

Konferensi internasional tersebut akan diadakan Selasa, 30 September, di Jakarta. Acara antara lain dihadiri pakar ICT dari Bank Dunia, Dr Mae Chu Chang, Presiden Korean Education Research and Information Services Dae-Joon Hwang dan, Divisional Manager International Communication and Technology in Schools Division Departement of Education and Skills Inggris Doug Brown. Juga hadir pakar ICT nasional, Onno W Purbo, pakar ICT internasional dari Cisco Learning Institute Amerika, David Alexander, unsur Departemen Pendidikan Nasional, serta Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Dalam jumpa pers, David Alexander mengungkapkan, agar berhasil mengembangkan ICT di dunia pendidikan, ada tahapan yang harus dilalui. Pertama, harus ada kebijakan sebagai payung yang antara lain mencakup sistem pembiayaan dan arah pengembangan.

Kedua, pengembangan isi atau materi, misalnya kurikulum harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian, nantinya yang dikembangkan tak sebatas operasional atau latihan penggunaan komputer.

Ketiga, persiapan tenaga pengajar, dan terakhir, penyediaan perangkat kerasnya.

Namun, Dr Mae Chu Chang, pakar ICT dari Bank Dunia, mengungkapkan, kebanyakan negara lain langsung memulai ke tahap penyediaan perangkat keras yang hanya berakibat pada pemborosan alat saja dan itu harus dibayar mahal seperti kegagalan di sejumlah negara. Ia berharap Indonesia mau belajar dari pengalaman tersebut.

Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional Fasli Djalal menambahkan, pihaknya berharap dari seminar tersebut akan didapatkan banyak masukan dan praktik- praktik terbaik yang pernah dijalankan sejumlah negara. (INE)

Sumber : http://www.depdiknas.go.id