Wednesday, June 28, 2006

PT Penolak Pemegang Ijazah Paket C Dapat Dituntut

JAKARTA--MIOL: Perguruan Tinggi (PT) baik negeri maupun swasta yang menolak pemegang ijazah pendidikan kesetaraan paket C dapat dituntut dengan alasan mendiskriminasi warga negara untuk memperoleh hak asasinya atas pendidikan.

"Saya sudah konsultasi dengan Ketua Komnas HAM dan menurut beliau, warga negara yang didiskriminasi karena dia memegang paket C dapat menuntut PT," kata Mendiknas Bambang Sudibyo di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, universitas atau institusi pendidikan harus menghormati hak elegibilitas pemegang ijazah paket C karena hak itu sama dan setara dengan pemegang ijazah SMA.

Sedangkan sanksi yang bisa diberikan bagi para penyelenggara pendidikan tinggi yang menolak pemegang ijazah paket C, menurutnya, tergantung pada warga negara yang melakukan penuntutan.

Ia menegaskan bahwa Paket C bagi mereka yang tidak lulus ujian nasional sebenarnya sudah diatur dalam UU Sisdiknas tahun 2005.

"Paket C sudah diatur dalam sistem UU kita. Itu dimaksudkan supaya tidak ada sistem itu yang 'memblok' orang untuk mendapatkan haknya atas pendidikan," jelasnya.

Menurut Mendiknas, hingga saat ini pihaknya belum mendapat informasi dari warga masyarakat yang melaporkan adanya penolakan oleh perguruan tinggi karena alasan tersebut.

"Memang yang saya dengar UGM menyatakan mau menerima," katanya.

Mendiknas juga mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan himbauan kepada seluruh perguruan tinggi, KSAD, KSAU, KSAL, Kapolri, para gubernur dan walikota bahwa hak untuk melanjutkan pendidikan itu terkait dengan hak asasi manusia.

Sementara itu ditanya komentarnya tentang adanya peserta ujian nasional yang ingin bunuh diri atau melakukan tindakan destruktif lainnya karena tidak lulus ujian nasional, Mendiknas menyatakan dirinya sangat memahami hal itu.

"Saya sangat paham dan bersimpati terhadap perasaan mereka yang gagal melewati ujian nasional, Tapi di sisi lain ujian nasional itu sendiri bukan hanya ujian atas kecerdasan otak mereka tetapi sekaligus ujian untuk kecerdasan emosional mereka," katanya.

Dia menyebutkan para murid sekolah korban bencana alam di Aceh, Yogyakarta, dan Jawa Tengah sebagai contoh mereka yang cerdas, baik otak maupun mentalnya, karena mereka kehilangan tidak saja kesempatan menimba ilmu, tapi juga sekolah, barang-barang pribadi, rumah, bahkan orang tua. (Ant/OL-03)

UJIAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PAKET B, DAN PAKET C

Departemen Pendidikan Nasional

UJIAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PAKET B, DAN PAKET C

Departemen Pendidikan Nasional akan menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) Pendidikan Kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C bagi yang:

1. belum dinyatakan lulus UN tingkat SMP/MTs, SMA/MA atau SMK tahun pelajaran 2005/2006;
2. belum dinyatakan lulus UN Pendidikan Kesetaraan periode Mei/Juni 2006; dan
3. peserta program reguler Paket A, Paket B, dan Paket C tahun 2006.

Pelaksanaan UN Pendidikan Kesetaraan tersebut dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Persyaratan untuk siswa yang pernah mengikuti UN pendidikan formal Tahun 2005/2006
atau yang telah mengikuti UN pendidikan kesetaraan periode Mei/Juni 2006 dan
dinyatakan tidak lulus:

1. Paket C

a) bukti ketidaklulusan;
b) menunjukkan STTB/Ijazah SMP/MTs/Paket B;
c) rapor SMA/MA/SMK/Paket C kelas III;
d) pas foto hitam-putih ukuran 3x4 sebanyak 5 lembar.

2. Paket B

a) bukti ketidaklulusan;
b) menunjukkan STTB/Ijazah SD/MI/Paket A;
c) rapor SMP/MTs/Paket B kelas III;
e) pas foto hitam-putih ukuran 3x4 sebanyak 5 lembar.


B. Persyaratan untuk peserta reguler

Peserta program reguler Paket A, Paket B, dan Paket C tahun 2006 tetap mengacu pada Prosedur Operasi Standar UN Paket A, Paket B, dan Paket C 2006.

C. Waktu dan tempat pendaftaran:

1. Pendaftaran dilakukan mulai tanggal 3 Juli s.d 22 Juli 2006;
2. Bagi peserta yang tidak lulus pendidikan formal dan nonformal tahun ajaran
2005/2006 pendaftaran dilaksanakan melalui Subdinas/Kepala Bidang yang
membidangi Pendidikan Luar Sekolah pada Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
atau satuan pendidikan nonformal yang telah mempunyai ijin;
3. Bagi peserta program reguler Paket A, Paket B, dan Paket C pendaftaran
dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Prosedur Operasi Standar UN Paket A,
Paket B, dan Paket C 2006.

D. Waktu ujian:
1. Ujian Paket C dilaksanakan pada tanggal 28 – 31 Agustus 2006;
2. Ujian Paket A dan Paket B dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus – 2 September
2006

E. Biaya
Peserta UN Pendidikan Kesetaraan tidak dikenakan biaya apapun.
Informasi lebih lanjut untuk pengumuman ini dapat diperoleh di:
- Subdinas atau Kepala Bidang yang membidangi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) pada
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi setempat.
- Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Ditjen PLS, Gedung C Lantai 18 Depdiknas
Senayan Jakarta Telp. 021-57950227; 021- 57950229,Fax 021-57950228.
- Gerai Informasi dan Media, Depdiknas Telp. 021- 579 50 226; Fax 021- 573 3125,
Email: aspirasi@depdiknas.go.id

Demikian, agar semua pihak mengindahkan dan memakluminya.

Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional

sumber : www.depdiknas.go.id

Program Paket C Bagi Siswa Gagal UN Bisa Diselenggarakan di Sekolah

Penulis: Edwin Tirani

JAKARTA--MIOL: Program kesetaraan Paket C bagi siswa SLTA yang gagal ujian negara (UN) seyogyanya bisa dilaksanakan di sekolah asal masing-masing. Namun, modul dan buku-buku penunjangnya dipasok instansi tersebut.

"Itu saran kami, agar program Paket C yang reguler, tidak terabaikan dengan masuknya siswa-siswa yang tidak lulus UN ini ke Paket C," kata Direktur Kesetaraan Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional (PLS Depdiknas) Ella Yulailawati di Gedung Depdiknas, Jakarta, Senin (26/6).

Pertimbangan ini juga menyangkut anak-anak yang biasa berada di sekolah formal ini barangkali belum familiar dengan lembaga-lembaga pendidikan kesetaraan Paket C. Misalnya, di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), di seluruh Indonesia ada sebanyak 1.500 PKBM. Kemudian, Kelompok Belajar, lembaga kursus, atau sekolah rumah.

Perempuan yang baru tiga tahun di Direktorat Kesetaraan PLS Depdiknas ini mengatakan biaya untuk UN Paket C ini ditanggung negara. Namun, dalam programnya membutuhkan buku-buku mata pelajaran dengan kurikulum 2004 berbasis kompetensi.

"Siswa yang tidak lulus UN itu hanya membayar bukunya Rp150.000 untuk enam buku," katanya.

Ujian paket ini diadakan di sekolah dan tutornya guru siswa itu di sekolah mereka. Namun, dia menegaskan kalau programnya diselenggarakan PKBM dan sejenis biayanya juga tidak sampai sebesar Rp1 juta selama tiga bulan pelaksanaan program tersebut.

Tahun depan, dia merencanakan dua kali UN dalam kaitan mengantisipasi kemungkinan problem seperti anak-anak gagal UN di pendidikan formal beralih ke program paket. Misalnya, UN tahap pertama pada Maret dan yang yang kedua pada Juli.

Dia mengatakan program paket C ini sama persis dengan pendidikan formal baik kurikulum maupun lama belajarnya selama tiga tahun. Namun, proses pembelajarannya lebih mandiri. Namun, seminggu tiga kali diadakan tatap muka dengan tutornya, dengan waktu yang disesuaikan dengan waktu luangnya siswa, umumnya malam hari.

Pada umumnya, sekitar 70 yang belajar di Paket C ini memang mereka yang sudah bekerja. Sisanya, 30 lagi mereka yang akibat suatu hal terpaksa berhenti. Misalnya, hamil, kalau pelajar putri.

Adalah kalangan eksekutif kelas yang super sibuk dan tidak mungkin melakukan proses pembelajaran di sekolah formal, di antara yang memanfaatkan program ini. Mulai dari artis, anggota DPRD, bupati, dan pengusaha yang ingin melengkapi pengetahuan dan ijazahnya.

Program paket ini sejak 1991, sejak dihilangkannya sekolah persamaan. Namun, untuk Paket C dimulai 2001. Program ini sudah meluluskan banyak siswa. Pada Mei lalu saja yang ikut UN dan ujian Sekolah (US) sebanyak 28.000 dari berbagai paket.

Mulai dari Paket A setara SD, Paket B setara SLTP, dan Paket C setara SLTA. Untuk paket C yang ikut UN Mei lalu sebanyak 190.000. Di antaranya, diterima di perguruan-perguruan negeri terkemuka di Indonesia, seperti ITB, Universitas Negeri Malang, dan sebagainya.

Ella yang 20 tahun bergelut di Pusat Kurikulum Depdiknas ini mengatakan program paket A dan B tersebar di seluruh kecamatan. Sedangkan, Program Paket C banyak terdapat di ibu kota kkabupaten/kota dan provinsi. Sekarang ini lebih banyak yang mengambil jurusan IPS ketimbang jurusan IPA. Total peserta program ini 58.000 siswa mulai dari A, B, dan C.

Dia mengakui banyak juga belum sesuai harapan penyelenggarakan program tersebut. Namun, banyak juga yang benar-benar berkualitas. Ke depan, program ii akan kelola lebih baik lagi, sehingga benar-benar bisa menghasilkan lulusan bermutu. Antara lain, di Jakarta di kawasan Tebet, Jl Bangka, Kemang, dan sebagainya. (Win/OL-02).

sumber : www.depdiknas.go.id

Pemerintah Putuskan Tetap tidak Ada UN Ulangan

Penulis: Edwin Tirani

JAKARTA--MIOL: Pemerintah memutuskan tetap tidak melakukan ujian nasional ulangan bagi siswa yang gagal pada Tahun Ajaran 2005/2006 ini, meski desakan untuk itu sangat kuat.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan keputusan tersebut telah melalui pengkajian yang masa dan setelah mempertimbangkan segala sesuatunya dan rekomendasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

"Setelah dikaji masak-masak baik positif maupun negatifnya Depdiknas, dalam hal ini pemerintah tidak mengadakan UN ulangan," ujar Mendiknas Bambang Sudibyo saat rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (20/6).

Dia mengakui keputusan itu juga termasuk telah mempertimbangkan aspirasi untuk diadakannya UN ulangan ini sangat kuat, termasuk dari kalangan anggota Komisi X DPR maupun aspirasi dari luar DPR.

Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suhendro, sebelumnya, mengatakan BSNP merekomendasikan kepada pemerintah, agar tetap melaksanakan ketentuan peraturan Mendiknas No 20/2005, yaitu untuk tahun pelajaran 2005/2006 UN dilaksanakan sekali.

Pertimbangannya, rata-rata terjadi kenaikan presentase kelulusan. Misalnya, untuk SMA dari 80,76 pada UN 2004/2005 menjadi 92,50 pada UN 2005/2006. Untuk Madrasah Aliyah (MA) dari 80,37 menjadi 90,82. SMK dari 78,29 pada UN 2004/2005 menjadi 91,00 pada UN 2005/2006.

Untuk setiap mata pelajaran yang diujikan di UN SMA/MA/SMK juga rata-rata meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk SMA, bahasa Indonesia meningkat dari 6,57 menjadi 7,52. Bahasa Inggris dari 6,12 menjadi 7,54, dan Matematika/ekonomi/bahasa Asing 6,54 menjadi 6,94.

Untuk MA, bahasa Indonesia meningkat dari 6,46 menjadi 7,18, bahasa Inggris dari 5,96 menjadi 7,16, dan matematika/ekonomi/bahasa Asing dari 6,44 menjadi 6,72. Untuk SMK, bahasa Indonesia meningkat dari 6,13 menjadi 6,82, bahasa Inggris dari 5,61 menjadi 6,67, dan matematika dari 6,65 menjadi 6,98.

Oleh karena itu, kata Bambang Sudibyo, pihaknya memutuskan untuk tidak melakukan UN ulangan. Bagi, mereka yang gagal di UN ini bisa ikut ujian dalam paket C (kesetaraan untuk tingkat SLTA) pada Oktober mendatang.

Sebab, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pendidikan nonformal dan pendidikan formal itu memungkinkan saling bersinggungan secara bersilang. Oleh karena sudah ada dalam sistem siswa yang gagal bisa saja ikut ujian melalui paket C. Nilai dan kualitasnya sama saja dengan ujian di pendidikan formal.

"Mereka yang gagal ini hanya tinggal ujian di mata pelajaran yang tidak lulus saja," katanya.

Ujian paket C ini lebih cepat ketimbang harus mengulang di kelas 3 kembali selama setahun.

Mendiknas mengakui dalam suatu sistem pasti ada saja yang gagal. Kasus siswa yang sudah diterima melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK) di perguruan tinggi seperti Universitas Brawijaya, Universitas Padjajaran, dan Institut Pertanian Bogor terpaksa harus menunggu, karena begitu ketentuannya.

"Persyaratan untuk diterima di perguruan tinggi harus lulus SLTA, mesti UN bukan satu-satunya syarat kelulusan," ujarnya.

Sementara itu, sebanyak 35 orang tua dan siswa yang gagal dalam UN tahun ini mendatangi Komisi X DPR tatkala rapat kerja dengan jajaran Mendiknas. Mereka ingin melihat langsung perdebatan para wakil rakyat dengan pemerintah soal UN.

Mereka diterima dan menyampaikan tuntutannya agar ada UN ulangan tahun ini, dan tahun depan UN ditiadakan kepada Ketua Komisi X DPR Zuber Safawi saat rehat raker Komisi X DPR dengan Mendiknas.

Pertimbangannya, melanggar hak-hak azasi siswa. Misalnya, Bayu, siswa Negeri 71 Jakarta dalam UN untuk mata pelajaran matematika memperoleh nilai 4. Sedangkan, bahasa Inggris 9,2 dan bahasa Indonesia 8,8 terpaksa harus gugur. Padahal Bayu sudah diterima di Unibraw.

Contoh lainnya, Melati, siswi SMA 6 Jakarta, juga gagal di matematika dengan nilai 4. Padahal, dia sudah diterima salah satu Universitas di Jerman dengan beasiswa.

Tak jauh berbeda dengan siswi SMA PB Sudirman, Condet, Jakarta Timur Siti Hapsyah yang sudah diterima di IPB melalui jalar PMDK matematikanya dapat nilai 4.

"Saya harus tunggu tahun depan untuk kuliah," ujarnya sambil menangis. (Win/OL-02).

sumber : www.depdiknas.go.id

Kelulusan UN 2006

Hasil ujian nasional atau UN tahun 2006 untuk jenjang SMA atau sederajat, Senin (19/6), diumumkan serentak di seluruh wilayah Tanah Air. Angka kelulusan UN kali ini tergolong luar biasa, dalam arti pencapaiannya naik dibanding UN tahun 2005. Padahal, angka standar kelulusan tahun ini juga lebih tinggi.

Dalam jumpa pers di Gedung Depdiknas, Jakarta, kemarin, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suhendro, mengungkapkan, untuk sekolah menengah atas (SMA) , angka kelulusan naik dari 80,76 persen naik menjadi 92,50 persen. Untuk madrasah aliyah (MA), dari 80,73 persen menjadi 90,82 persen. Adapun untuk sekolah menengah kejuruan (SMK), dari 78,29 persen menjadi 91,00 persen.

Sejumlah provinsi yang selama dianggap tertinggal dari sisi tingkat kelulusan, mencatat kelulusan secara fantastis. Papua misalnya, untuk SMA naik dari 44,37 persen menjadi 84,54 persen. Di Bengkulu kenaikan signifikan tak hanya untuk SMA yang naik dari 49,36 menjadi 89,77 persen, tetapi juga pada MA yang naik dari 37,10 persen menjadi 77,50 persen, serta SMK 32,52 persen jadi 71,04 persen.

BSNP juga mencatat terjadinya peningkatan nilai rata-rata untuk setiap mata pelajaran yang di-UN-kan tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Untuk SMA, misalnya, nilai Bahasa Indonesia naik dari 6,57 menjadi 7,52. Bahasa Inggris dari 6,12 menjadi 7,54. Matematika/Ekonomi/Bahasa Asing dari 6,54 menjadi 6,94. "Itu mencerminkan terjadinya peningkatan mutu pendidikan menengah secara nasional," ujar Bambang Suhendro.

Tujuh yang Nol Persen

Meski demikian, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta menemukan, seluruh siswa di enam SMA dan satu SMK swasta di Jakarta tingkat kelulusan nol persen. Artinya, tidak satu pun siswa kelas tiga di tujuh sekolah tersebut lulus UN 2005/2006.

"Enam SMA dan satu SMK itu semuanya sekolah swasta dan tersebar di seluruh wilayah Jakarta," ujar Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI, Margani Mustar. Namun Margani belum bersedia menyebut nama ketujuh sekolah itu. "Saya masih harus mengecek datanya dulu," kata Margani hati-hati.

Secara keseluruhan, tambahnya di Jakarta terdapat 6.906 siswa, atau 5,8 persen dari 118.741 SMA dan SMK tidak lulus UN pada tahun ini. Tingkat kelulusannya 85 persen. Kelulusan UN ini dumumkan Senin (19/6). Siswa yang ikut UN dari 116 SMA negeri, dan 380 SMA swasta 380 sekolah, 60 SMK negeri dan 516 SMK swasta.

Margani menjelaskan, dari 62.179 siswa SMA yang mengikuti ujian, di antaranya 58.504 atau 94,09 persen dinyatakan lulus. Sedangkan 3.675 siswa atau 5,91 persen tidak lulus ujian. Sementara dari 56.562 siswa SMK yang mengikuti ujian, sebanyak 53.331 atau 94,29 persen dinyatakan lulus dan 3.231 atau 5,71 persen tidak lulus. Nilai rata-rata untuk SMU 7,58 dan SMK 6,96.

Mata pelajaran yang paling banyak menyebabkan siswa tidak lulus adalah Matematika. "Hanya 138 siswa SMA dan 207 siswa SMK yang mendapat nilai 10."

Di Depok

Mutu pendidikan di Kota Depok menurun, terbukti dari ranking pendidikan Kota Depok se-Jawa Barat menempati urutan ke-24 dari 25 kabupaten/kota se-Jawa Barat. Tahun 2005 lalu, Depok berada di urutan ke-23.

"Ini berarti ada penurunan peringkat," kata Wakil Ketua DPRD Kota Depok, Amri Yusra, Senin (19/6). Amri mengatakan penurunan peringkat ini ada kaitan dengan kejujuran murid, guru dan kepala sekolah dalam ujian nasional. Wali Kota Nur Mahmudi Isma'il sudah memerintahkan agar keterlibatan oknum yang terlibat pembocoran jawaban ujian Negara diusut, bahkan didorong untuk dihukum.

"Lebih baik fair saja. Daripada lulus tapi tidak laku di pasaran. Ini kan sama dengan membohongi. Kasihan para siswa," kata Amri yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera.

Hasil Ujian Nasional di Depok, 80 siswa SMA tidak lulus, atau 5,87 persen dari 4.770 peserta ujian SMA. Sedangkan 285 siswa SMK tidak lulus atau 5,57 persen dari 5.121 peserta ujian SMK.

Hanya Sekali Ujian

Pada bagian lain, Bambang Suhendro menjelaskan BSNP menyimpulkan, hasil yang menggembirakan itu, antara lain disebabkan oleh dampak positif dari dinaikkannya batas ambang kelulusan untuk rata-rata nilai dari 4,25 menjadi 4,50 dengan tetap mempertahankan standar 4,25 untuk setiap mata pelajaran. Hal itu juga tak lepas dari kebijakan hanya sekali ujian bagi siswa pada tahun ini.

Ditanya tentang seberapa jauh kesimpulan BSNP tersebut bisa dipertanggungjawabkan di tengah munculnya kasus-kasus kecurangan dalam penyelenggaran UN, Bambang tetap yakin akan kebenaran data-data statistik. Apalagi, ujian kali ini melibatkan tim pemantau independen.

Keyakinan Bambang diperkuat oleh penjelasan Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, Burhanuddin Tola. Keduanya mengkui bahwa di sejumlah daerah muncul gejala tidak jujur di kalangan siswa peserta ujian dan guru pengawas dengan cara penyebaran kunci jawaban melalui SMS (layanan pesan singkat). Namun, setelah ditelaah, ternyata kunci jawaban pada isi SMS tidak seluruhnya benar.

Bambang dan Burhanuddin juga tetap bertahan pada prinsip semula bahwa nilai hasil UN hanya merupakan salah satu pertimbangan kelulusan. Nilai mata pelajaran lain juga menjadi pertimbangan, termasuk prestasi belajar di Kelas I-III.

Sejumlah siswa SMA gagal lulus karena tersandung salah satu mata ujian, namun siswa itusudah dinyatakan lulus di perguruan tinggi negeri melalui jalur sejenis penelusuran bakat dan minat. Bayu Taruna, siswa SMA Negeri 71 Jakarta misalnya, sudah dinyatakan lulus (bebas tes) melalui jalur penelusuran bakat dan minat di Universitas Brawijaya Malang, tetapi ternyata tidak lulus UN karena nilai Matematikanya di bawah 4,5 meski nilai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris 8,8 dan 9,2.

Harus mengulang

Terhadap siswa yang tidak lulus UN, Burhanuddin menegaskan bahwa untuk memperoleh surat kelulusan yang bersangkutan harus ikut ujian pada tahun berikutnya. Karena, tahun ini tidak ada ujian susulan.

Namun siswa yang bersangkutan tidak perlu ujian ulangan pada semua mata pelajaran. Yang diulang hanyalah mata pelajaran yang menjadi sandungan itu."Solusi lainnya, bisa juga mengikuti ujian kesetaraan paket C," kata Burhanuddin.

Apakah siswa yang tak lulus harus ikut duduk kembali di kelas III belajar bersama adik-adik kelasnya? Burhanuddin menjawab, "Hal itu terpulang pada kebijakan sekolah. Bisa iya, bisa tidak. Yang pasti, karena sifatnya mendidik, nilai mata pelajaran yang sudah memenuhi syarat kelulusan tak perlu diulang. "

Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan tenaga Kependidikan Fasli Jalal, mengatakan, dinamika dan aspirasi yang berkembang akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menyempurnakan format ujian nasional tahun berikut.

sumber : www.depdiknas.go.id

Angka Kelulusan Ujian Nasional SLTA Mencapai 91,43 Persen

Jakarta-RoL -- Persentase rata-rata angka kelulusan Ujian Nasional (UN) 2005/2006 untuk sekolah menengah lanjutan atas (SLTA) mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan UN tahun 2004/2005 lalu.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suhendro mengatakan untuk SMA dari 80,76 persen pada UN 2004/2005 menjadi 92,50 persen pada UN 2005/2006. Untuk Madrasah Aliyah (MA) dari 80,37 persen menjadi 90,82 persen, SMK dari 78,29 persen pada UN 2004/2005 menjadi 91, persen pada UN 2005/2006.

"Rata-rata persentase kelulusan siswa SMA, MA, dan SMK meningkat dibandingan dengan UN tahun sebelumnya?" kata Bambang Suhendro ketika mengumumkan hasil UN di Gedung Depdiknas, Jakarta, Senin.

UN 2006 dilakukan serentak di seluruh Indonesia yang diikuti oleh 1.958.746 siswa SLTA, yakni SMA sebanyak 1.093.737 siswa, Madrasah Aliyah (MA) sebanyak 221.801 siswa, dan SMK sebanyak 643.208 siswa SMK. Hasil UN ini diumumkan secara serentak di seluruh Indonesia pada Sabtu (17/6).

Ia mengatakan, UN merupakan salah satu pertimbangan kelulusan dari satuan pendidikan. Umumnya, penyelenggaraan UN tahun ini berjalan lancar baik persiapan, pelaksanaan, sampai dengan pemeriksaan hasil UN dengan melibatkan tim pemantau independen.

Lembar jawaban UN dikumpulkan dari ruang ujian ke penyelenggara ke tingkat sekolah/madrasah. Kemudian, dikumpulkan ke penyelenggara tingkat kabupaten/kotamadya dan penyelengara tingkat provinsi. Pemindaian (scanning) dilakukan di tingkat provinsi dan penilaian (scoring) di tingkat pusat.

Untuk setiap mata pelajaran yang diujikan di UN SMA/MA/SMK juga rata-rata meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk SMA, mata pelajaran Bahasa Indonesia meningkat dari 6,57 menjadi 7,52. Bahasa Inggris dari 6,12 menjadi 7,54, dan Matematika/ ekonomi/bahasa Asing 6,54 menjadi 6,94.

Madrasah Alyah (MA) untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia meningkat dari 6,46 menjadi 7,18, Bahasa Inggris dari 5,96 menjadi 7,16, dan matematika/ekonomi/ bahasa Asing dari 6,44 menjadi 6,72. SMK untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia meningkat dari 6,13 menjadi 6,82 untuk bahasa Inggris dari 5,61 menjadi 6,67, dan matematika dari 6,65 menjadi 6,98.

Peningkatan persentase kelulusan dan nilai mata pelajaran ini mengindikasikan terjadi peningkatan mutu pendidikan sekolah menengah secara nasional. "Hasil ini, antara lain, disebabkan oleh kenaikan batas ambang batas rata-rata menjadi 4,50 dan kebijakan satu kali ujian, tanpa ulangan," ujarnya.

Disparitas kelulusan antara SMA dengan MA, dan SMK juga menurun sebagaimana tampak dengan menurunnya jarak antara tingkat kelulusan tertinggi dengan tingkat kelulusan terendah pada UN tahun ini dengan tahun sebelumnya. Perbandingan tersebut adalah 2,13 menjadi 1,39 untuk SMA. Sebanyak 2,57 menjadi 1,47 untuk MA, dan 2,91 menjadi 1,36 untuk SMK.

Hasil UN di daerah bencana seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.

Berdasarkan penilaian tersebut, katanya, BSNP merekomendasikan kepada pemerintah, agar tetap melaksanakan ketentuan peraturan Mendiknas No 20/2005, yaitu untuk tahun pelajaran 2005/2006 UN dilaksanakan sekali.

Sementara itu, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Mutendik) Depdiknas Fasli Jalal mengatakan siswa yang tidak lulus ada dua opsi, yaitu kembali ke kelas tiga atau mengikuti program kelompok belajar (kejar) paket B (untuk SLTP) dan paket C (untuk SLTA) yang akan diselenggarakan pada Oktober mendatang. antara/pur

sumber : www.depdiknas.go.id